Tuesday, January 8, 2013

Aku Bangga Mengenalmu

Dilarang meng-copas! Tolong hargai karya milik orang lain!Jika ingin copas cantumkan alamat blog ane!!!!

Hujan turun dengan derasnya dan angin bertiup sangat kencang, seakan tidak ingin kalah dengan laju sepeda motorku. Jika di hitung-hitung sudah empat kali aku melewati jalan ini, bolak-balik seperti orang gila yang kesasar. Apa boleh buat, besok sudah mulai MOS jadi aku harus temukan semua keperluan untuk mengikuti MOS.
          Dari kejauhan aku melihat seseorang yang mencoba berdiri namun kakinya tertindih motor. Sepertinya orang itu kepleset karena kondisi jalan yang licin. Tidak ada orang yang menolongnya. Di siang hari seperti ini kondisi jalan ini memang sepi, terlebih saat hujan deras seperti ini. Sebagai manusia yang menyayangi sesama, tidak ada salahnya jika aku membantu orang tersebut. Ku pelankan laju motorku, lalu ku hentikan di pinggir jalan dan segera menolong orang tersebut. Dia seorang pemuda yang bisa dibilang lumayan tampan. Tanpa basa-basi aku angkat motor pemuda tersebut dan membantu pemuda tersebut berdiri. Kebetulan di dekat pemuda itu jatuh ada sebuah posko, jadi aku memahpah pemuda itu dan membawanya berteduh di posko tersebut. Syukurlah pemuda itu hanya lecet-lecet saja, tidak ada luka yang sangat parah.
          “Hey, maaf bisa tolong ambilkan kotak obat di jok motorku?” Pinta pemuda itu kepadaku.
          “Hah? Ohh.. ii..iya.. iya bisa.” jawabku gugup.

          Akupun segera mengambilkan kotak obat yang di minta oleh pemuda tersebut. Otakku pun bertanya-tanya, “Orang ini sudah tahu akan celaka kali ya, sampai-sampai nyiapin kotak obat segala. Kalau aku sih mungkin akan nangis dan segera menelpon orang tuaku atau kakakku.” Aku segera memberikan kotak obat itu kepada pemuda tersebut. Aku hanya diam melihat pemuda itu mengobati lukanya. Ya, seharusnya aku yang mengobati, posisiku kan sebagai penolong? Tapi, ya sudahlah.
          “Nama kamu siapa?” tanya pemuda itu kepadaku sembari mengobati lengannya yang terluka.
          “Nama aku Jesika, tapi biasa dipanggil Wia.” jawabku dengan penuh percaya diri.
          “Hah? Bagaimana bisa dari Jesika jadi Wia? Hahahaha lucu banget kamu.” Kata pemuda itu sambil berhenti mengobati lukanya, mungkin karena kaget dengar namaku. Lalu pemuda itu melanjutkan mengobati lukanya.
          “Namaku Bisma, aku tadi baru pulang latihan PMR di sekolahku, eh tahu-tahu malah jatuh di sini. Untungnya ada kamu yang menolong aku.” Kata pemuda itu kepadaku.
          “Oh pantesan.” gumamku.
          “Pantesan kenapa?” tanya Bisma kepadaku.
          “Oh, eng..enggak kenapa-kenapa kok. Lagian aku gak ada nanya kamu itu siapa.” Jawabku sambil memukul-mukul bibirku, menyesal mengatakan hal seperti itu. Semoga Bisma tidak tersinggung.
          “Issshh…. Jahat amat sih, akukan cuma ingin memberi tahu saja. Hayooo.. pantesan kenapa?” tanya Bisma sambil tersenyum meledek. “Hahahaha seharusnya kamu yang mengobati luka ku ini, posisimukan sebagai penolong.” Tambahnya dengan tampang yang sangat meledek.
          “Iii.. ii..iya aku juga maunya mengobati lukamu itu tapi berhubung aku melihat kamu bisa mengobati sendiri lukamu, jadi ya.. ya aku biarkan saja kamu mengobati lukamu sendiri.” Jawabku ngeles.
          “Hahaha iya deh iya.” Jawab Bisma mengalah.
          “Kamu sekolah dimana, Bis?” tanyaku kepada Bisma.
          “Bis, bis, memangnya aku angkutan umum? Panggil aku dengan sebutan Dede saja. Aku sekolah di SMA Pelangi.”
          “Hahahahaha.. itu sih jauh lebih gak nyambung namamu. Hmm kalau aku sekolah di SMA Pelita. Aku calon siswa baru.” Jawabku dengan senyum semangat.
          “Oh ya? Sayangnya aku tidak bertanya.” Jawab Dede dengan wajah memelas, mengejek, dan menyebalkan.
          “Issshh nyebelin deh.” Jawabku kesal.
          “Hahahahahaha….”
          Kami berdua terus mengobrol. Berbicara dengannya seakan aku mendapatkan sebuah kebahagiaan. Dede orang yang sangat lucu dan menyenangkan. Kami saling bertukar pengalaman. Dede menceritakan tentang betapa hebatnya organisasi kepalang merahan yang ia ikuti. Namun, pada saat itu aku tidak terlalu tertarik dengan organisasi tersebut karena menurutku tidak ada hubungannya dengan cita-citaku. Hari itu aku sangat senang bisa menolong dan berkenalan dengan Dede. Pertemuan pertama kami yang tidak akan kulupakan sampai kapanpun. Jika aku dilahirkan kembali nanti, aku juga ingin dipertemukan dengan Dede lagi dan dengan cara yang sama.
***
          Hari-hari berlalu, tak terasa sudah setahun semenjak pertemuan pertama kami, aku tidak pernah bertemu Dede lagi. Saat pertemuan pertamaku dengannya aku lupa meminta nomor Hp-nya. Aku sangat ingin bertemu dengannya lagi. Entah bagaimana caranya aku pun juga tidak tahu. Sempat terbesit di kepalaku untuk mencari Dede ke sekolahnya namun, aku berpikir lagi, jika aku bertemu dengannya, hal apa yang akan aku bicarakan padanya. Hal tersebut pasti akan membuatku seperti orang bodoh di mata Dede.
Braaaaakkkk…kaing, kaing, kaing, kaing…
          Ya Tuhan apa ini? Aku merasa seperti di banting, badanku tertindih motor dan kepalaku terasa pusing terbentur di aspal jalan. Ya Tuhan, apakah ini benar terjadi pada diriku? Samar-samar aku melihat orang-orang mengerumuni aku. Salah seorang dari mereka bertanya padaku dengan wajah cemas, “Dik, adik sadar dik. Adik tidak apa-apakan?” Aku hanya bisa mengangguk, bibirku terasa kaku untuk mengucapkan kata-kata, sampai akhirnya semua terlihat gelap dan aku tidak tahu lagi apa yang terjadi.
          Aku mulai membuka mataku perlahan dan samar-samar aku melihat dua orang berseragam putih di sampingku. Aku pikir mereka adalah malaikat yang akan menjemputku ke akhirat. Setelah lama aku perhatikan ternyata kedua orang berbaju putih itu adalah Dokter Samsul dan Dokter Adrian.
“Wi, Wia bangun Wi. Ini Dokter. Kamu bisa mendengar suara aku kan?” tanya Dokter Adrian yang terus berusaha menyadarkanku. Aku hanya bisa mengangguk yang berarti mengiyakan.
Keesokan paginya aku terbangun dengan tubuh yang masih sangat lemas. Aku melihat Dede sedang berdiri di sampingku dengan senyum yang mengembang di wajahnya.
“Dede?” Aku berteriak kaget dan lagsung memeluknya, aku tidak percaya akan bertemu dengannya lagi.
“Ihh meluk-meluk, kangen ya sama aku? Jawab Dede meledek.
“Ihh apaan sih, enggak tuh.” Jawabku dengan wajah yang memerah dan langsung melepaskan pelukanku.
“Ciee yang kecelakaan gara-gara ngelamun terus nabrak anjing yang lagi nyebrang.” Kata Dede dan spontan membuatku kaget, “Serius De? Masak sih? Yaampun memalukun banget.”
“Hahahahaha makanya kalau naik motor itu jangan ngelamun.” Kata Dede sambil menertawai aku.
“Isshh! Kenapa kamu bisa ada di sini? Kenapa kamu bisa tahu aku kecelakaan?” tanyaku mengalihkan pembicaraan.
“Hmm.. waktu itu aku lagi di jalan pulang dari sekolah, kemudian aku melihat ada kecelakaan di jalan tersebut. Waktu aku lihat ternyata kamu yang kecelakaan. Ya udah langsung aku tolong. Syukur bagian tubuh kamu gak ada yang patah. Hanya saja pelipis kiri kamu mengalami perdarahan yang bisa dikatakan lumayan berbahaya bagi keselamatan kamu. Untungnya aku punya persediaan mitela atau pembalut segitiga di tas ku jadi aku bisa langsung menutup luka di pelipismu dan meminimalkan perdarahan yang terjadi sementara menunggu ambulance tiba. Aku mengikutimu ke rumah sakit untuk memastikan keadaanmu baik-baik saja.”
“Hmm kata-katamu, tahu dah yang anak PMR. Jangan bilang kamu dari kemarin nungguin aku di sini dan gak mandi?
“Ihh ge-er amat. Aku pulang dulu terus tadi pagi ke sini lagi.” Jawab Dede sambil tertawa.
“Ya, kan siapa tahu.” Jawab ku dengan nada sedikit lebih rendah, menahan malu.
“Eh kita jalan-jalan ke taman youk? Aku sudah nyiapin kursi roda buat kamu.” Kata Dede.
“Hmm boleh.” Jawab ku dengan senyuman.
Dede memindahkan tubuhku dari ranjang rumah sakit ke kursi roda. Diselipkan tangan kirinya di bawah pundakku dan tangan kanannya dibawah lututku. Ku rebahkan kepalaku di bahunya yang bidang dan tercium aroma parfum yang membuatku merasa nyaman. Diletakkan tubuh ku di Kursi roda dengan sangat hati-hati. Dede mulai mendorong kursi roda itu dan mengantarkanku ke taman rumah sakit. Kami melewati lorong-lorong rumah sakit, melihat-lihat keadaan sekitar. Aku hafal semua wajah orang-orang di rumah sakit ini. Mereka adalah teman-teman bagiku.
***
Flashback
          Sore itu, sore ketika Dede menolongku dari kecelakaan, Dokter Adrian menemui Dede. Kak Adrian hanya ingin mengucapkan kata terimakasih kepada Dede karena telah menolongku. Dilihatnya Dede berdiri di samping tempat tidur ku dan setia menunggu hingga aku tersadar.
          “Dik, dik, kamu tidak pulang?” tanya Kak Adrian kepada Dede.
          “Hmm nanti aja dok, saya mau menemani Wia.” Jawab Dede dengan mata yang masih tidak berpaling dari wajahku.
          “Hmm terimakasih ya sudah menolong Wia.” Kata kak Adrian kepada Dede.
          “Iya dok, itu sudah menjadi kewajiban saya sebagai anggota PMR.”
          “Ohh, kamu anggota PMR toh. Hmm ya sudah kamu pulang dulu, sudah malam nanti orang tuamu nyariin kamu lo!”
          “Gak ah dok, saya mau menemani Wia, saya ingin memastikan dia baik-baik saja.”
          “Hmm kamu sebelumnya sudah pernah kenal dengan Wia?”
          “Iya dok, dia.. dia pacar saya.”
          “Kamu pacarnya Wia? Kok Wia tidak pernah cerita sama saya ya?”
          “Memangnya dokter siapanya Wia?”
          “Oh Wia belum cerita sama kamu ya? Saya kakaknya Wia. Tolong jaga perasaannya Wia ya, jangan sampai dia merasa sakit.”
          “Ohh.. hmm itu pasti dok.”
          “Apa Wia juga belum pernah cerita kalau dia menderita penyakit leukimia? Penyakitnya sekarang sudah sangat parah dan kami sedang mencari donor sumsum tulang belakang yang cocok untuk Wia.”
          “Apa dok? Leukimia? Huh.. gak mungkin. Wia kelihatan biasa saja tuh, dia tidak menunjukan kalau dia lagi sakit parah.” Jawab Dede dengan air mata yang mulai menggenang di matanya. Dede seakan tak percaya dengan apa yang terjadi padaku.
***
          Aku dan Dede berhenti di sebuah meja beton yang berada di sekitar taman. Di atas meja tersebut ada sebuah gitar yang sepertinya memang sengaja Dede siapkan untuk menghiburku.
          “Yapp, kita sudah sampai ni. Aku sengaja naruh gitar ini di sini, aku mau nunjukin keahalianku main gitar ke kamu Wi.” Kata Dede yang saat itu terlihat sangat gembira.
          “Hmm, sombong kamu De.”
          “Hehe. Kamu bisa main gitar?”
          “Hm gak bisa. Memangnya kamu mau ngajarin aku main gitar?”
          “Hm boleh tapi kasih kesempatam buat aku nyanyiin beberapa lagu buat kamu dulu ya?”
          Aku hanya membalas dengan senyuman. Dede menyayikan semua lagu-lagu bertemakan cinta, kasih sayang, dan kerinduan kepadaku. Semua nada yang ia mainkan seakan membuatku merasa di terbangkan ke angkasa.

………………………………….
Saat aku mencoba merubah segalanya
Saat aku meratapi kekalahanku
Aku ingin engkau selalu ada
Aku ingin engkau aku kenang
………………………………………..
          “Aku tahu kamu sakit Wi, aku tahu penyakit kamu itu parah dan aku tahu kamu berusaha menutupi itu semua dari aku.” Kata Dede dengan nada suara yang sedikit bergetar.
          “Iya aku kan memang sakit De. Aku habis kecelakaan pasti masih sakitlah.” Jawabku tenang.
          “Bukan itu maksudku. Aku tahu kamu sakit leukimia kan?”
          “Mak.. maksudmu? Siapa yang memberitahumu?”
          “Dokter Adrian. Dia kakakmu kan?”
          Aku tidak bisa berkata apa-apa lagi. Aku juga tidak mengerti mengapa Kak Adrian memberitahukan hal tersebut kepada Dede. Air matakupun mulai menetes. Aku tidak ingin terlihat lemah di mata Dede. Dan aku juga tidak ingin membuat orang yang aku sayangi akan pergi meninggalkan aku karena dia tahu aku adalah gadis penyakitan.
          Dede menggenggam kedua tanganku, lalu salah satu tangannya mengusap air mataku yang mengalir di pipiku. Tangannya yang lembut membelai rambutku. Tangannya bergetar menandakan betapa tidak karuannya hati Dede saat itu. Aku hanya bisa berharap Dede masih mau berteman denganku.
          “Kamu tenang saja Wi, kamu akan segera mendapatkan donor sumsum tulang belakang. Kamu pasti akan selamat dari penyakitmu dan kamu pasti akan hidup 1000tahun lagi. Aku yakin itu.Kamu juga yakin kan?”
          Aku hanya terdiam
          “Kamu harus yakin Wi. Kamu harus meyakinkanku bahwa kamu mampu hidup 1000 tahun lagi. Aku tidak ingin melihat wanita yang aku cintai meninggal karena penyakit gila itu. Wi, aku hanya ingin kamu tahu aku sangat mencintaimu, meskipun kamu tidak mencintaiku, aku hanya minta kamu yakin kamu bisa hidup seribu tahun lagi, itu saja sudah cukup membuatku merasa bahagia.”
          Aku tidak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku hanya terdiam. Dede mulai berdiri dan mendorong kursi rodaku menuju ruanganku. Dede merebahkan aku kembali di atas tempat tidurku dan bergegas pergi untuk menutupi rasa sedihnya. Disaat Dede membuka pintu dan hendak keluar, akhirnya kata-kata yang ingin aku ucapkan dapat ku ucapkan.“De, tunggu! Aku juga mencintai kamu, aku menyayangimu dan aku berjanji aku akan hidup seribu tahun lagi.” Dede berlari berbalik arah dan langsung memelukku dengan sangat erat.
***
          Sebulan sudah berlalu dari keadaanku yang sangat menentukan hidup dan matiku. Operasi sumsum tulang belakang itu berjalan lancar dan kini kondisi ku sudah mulai membaik. Namun yang aku sayangkan, Dede tidak pernah menjengukku. Ternyata benar dia hanya mempermainkan aku.
          “Hey, gimana keadaanmu sudah lebih baik kan?” tanya kak Adrian yang menyadarkanku dari lamunanku.
          “Hmm iya kak.” Jawab ku tanpa ekspresi sedikitpun.
          “Ehem.. kakak bawain sesuatu ni buat kamu, Dede yang memberikan.”
          Aku melihat gitar yang Dede mainkan saat hari terakhir aku melihatnya bermain gitar untukku. Aku juga melihat sebuah buku panduan belajar bermain gitar. Dugaanku meleset. Ternyata Dede masih perhatian denganku.
          “Terus Dedenya mana kak?” tanyaku penasaran kepada kak Adrian.
          “Dede.. Dede sudah meninggal. Dia yang mendonorkan sumsum tulang belakangnya untukmu. Dia bilang dia melakukan semua itu karena dia yakin kamu memang pantas mendapatkan donor darinya.”
          “Ta..tapi mendonorkan sumsum tulang belakang sebanyak 2cc itu tidak mungkin sampai membuat orang meninggalkan kak? Memang berbahaya tapi gak… tapi gak sampai seperti itu kak.” Aku menyela perkataan kak Adrian.
          “Saat esok hari setelah kamu kecelakaan dia meminta kakak untuk melakukan tes pengujian apakah sumsum tulang belakangnya cocok untuk kamu atau tidak. Ternyata hasilnya cocok dan dia memutuskan untuk mendonorkan sumsum tulang belakangnya. Beberapa hari kemudian kakak mendengar dia kecelakaan saat dia membeli buku belajar bermain gitar ini. Dia di tabrak motor kemudian salah satu tulang rusuknya patah dan menusuk salah satu organ tubuhnya. Dan dia terkena komplikasi setelah..setelah”
          “Setelah apa kak?”
          “Setelah dia mendonorkan sumsum tulang belakangnya untukmu kamu.”
          “Huh gak mungkin kak itu gak mungkin. Kakak pasti bohong sama aku. Dede gak mungkin mati kak. Gak mungkin!”
Selain gitar dan buku gitar, Dede juga memberikan buku tentang PMR kepadaku. Di dalam buku itu di selipkan sebuah surat yang membuatku merasa tidak ada salahnya jika aku masuk ke dalam organisasi tersebut.
Dear Wia My last love
Aku memberikan buku ini kepadamu karena aku ingin kamu bisa menolong dirimu sendiri dan orang lain jika mengalami suatu musibah. Jika aku memberikan buku mengenai medis dasar ini kepadamu, aku merasa lebih tenang untuk meninggalkanmu. Aku yakin kamu pasti bisa menjaga dirimu baik-baik  dan hidup seribu tahun lagi sesuai janjimu kepadaku dulu.  Kamu masih ingatkan bagaimana pertama kali kita bertemu? Dulu saudara kembarku pernah mengalami hal yang sama sepertiku juga, bedanya ia tidak ada yang menolong dan dipastikan meninggal di tempat aku dan kamu pertamakali bertemu dulu. Ketahuilah Wia, itulah alasanku untuk ikut ke dalam organisasi kepalang merahan ini. Aku tidak ingin orang lain dan aku mengalami hal yang sama dengan saudara kembarku.
Dede(Bisma)
***
Kini setelah 6 tahun berlalu aku berhasil mewujudkan mimpiku dan mimpi Dede. Aku tidak menjadi seorang arsitek. Aku putuskan untuk menjadi seorang dokter yang mengabdi memberikan pelayanan kepada masyarakat. Aku kini juga mengabdi sebagai pelatih PMR di SMA pelangi. Ternyata di PMR aku diajarkan banyak hal. Karena Dede aku jadi mengenal organisasi kepalang merahan ini. Aku merasa sangat menyenangkan dapat bergabung ke dalam organisasi yang di banggakan oleh Dede dan olehku juga kini. Di PMR aku diajarkan kedisiplinan, kecekatan dan masih banyak lagi. Meskipun cita-cita tidak menjurus ke hal-hal yang berbau medis, namun tidak ada salahnya kita ikut PMR karena di bidang lain kecekatan dan kedisiplinan juga diperlukan.
Hari ini 14 februari tepat 6 tahun hari kematian Dede. Dengan rasa bangga aku nyanyikan lagu ini untuknya diiringi oleh gitar bolong pemberian darinya dan suara hujan yang turun sangat deras seperti saat aku pertama kali bertemu dengannya.
Saat aku mencoba merubah segalanya
Saat aku meratapi kekalahanku
Aku ingin engkau selalu ada
Aku ingin engkau aku kenang
Selama aku masih bernafas
Masih sanggup berjalan
Ku kan slalu memujamu
Meski ku tak tahu lagi
Engkau ada di mana
Dengarkan aku ku merindukanmu

Karya : Dwi Pratiwi

No comments:

Post a Comment

Contoh PKM-GT Lolos Dikti 2016 Toko Hijau : Upaya Meningkatkan Kembali Nilai Livable City Kota Denpasar

Berikut Link Dropbox PKM-GT tersebut pkmgt-dwipratiwi-tokohijau-lolosdikti PROGRAM KREATIVITAS MAHASISWA JUDUL PROGRAM TOKO...