Nyamuk Pertama
Pada
zaman dahulu hiduplah seorang petani sederhana bersama istrinya yang cantik.
Petani itu selalu bekerja keras, tetapi istrinya hanya bersolek dan tidak
mempedulikan rumah tangganya. Mereka tinggal di rumah yang sangat sederhana dan
hidup dari hasil pertanian sebagaimana layaknya keluarga petani.
Sang
istri yang cantik itu tidak puas dengan keadaan mereka. Dia merasa, sudah
selayaknya jika suaminya berpenghasilan lebih besar supaya dia bisa merawat
kecantikannya. Untuk memenuhi tuntutan istrinya, petani itu bekerja lebih
keras. Namun, sekeras apa pun kerja si petani, dia tak mampu memenuhi tuntutan
istrinya. Selain minta dibelikan obat-obatan yang dapat menjaga kecantikanya,
istrinya juga suka minta dibelikan pakaian yang bagus-bagus --yang tentunya
sangat mahal.
“Bagaimana
bisa kelihatan cantik kalau pakaianku buruk,” kata sang istri.
Karena
hanya sibuk mengurusi penampilan, istri yang cantik itu tidak memperhatikan
kesehatannya. Dia jatuh sakit. Sakitnya makin parah hingga akhirnya meninggal
dunia. Suaminya begitu sedih. Sepanjang hari dia menangisi istrinya yang kini
terbujur tanpa daya. Karena tak ingin kehilangan, petani itu tak mau mengubur
tubuh istrinya yang amat dicintainya itu. Dia ingin menghidupkan kembali
istrinya.
Esok
harinya suami yang malang itu menjual semua miliknya dan membeli sebuah sampan.
Dengan sampan itu dia membawa jasad istrinya menyusuri sungai menuju tempat
yang diyakini sebagai persemayaman para dewa. Dewa tentu mau menghidupkan
kembali istriku, begitu pikirnya.
Meskipun
tak tahu persis tempat persemayaman para dewa, petani itu terus mengayuh
sampannya. Dia mengayuh dan mengayuh tak kenal lelah. Suatu hari, kabut tebal
menghalangi pandangannya sehingga sampannya tersangkut. Ketika kabut menguap,
di hadapannya berdiri sebuah gunung yang amat tinggi, yang puncaknya menembus
awan. Di sinilah tempat tinggal para dewa, pikir Petani. Dia lalu mendaki
gunung itu sambil membawa jasad istrinya.
Dalam
perjalanan dia bertemu dengan seorang lelaki tua.
“Kau
pasti dewa penghuni kayangan ini,” seru si petani dengan gembira.
Dikatakannya
maksud kedatangannya ke tempat itu.
Laki-laki
tua itu tersenyum.
“Sungguh
kau suami yang baik. Tapi, apa gunanya menghidupkan kembali istrimu?”
“Dia
sangat berarti bagiku. Dialah yang membuat aku bersemangat. Maka hidupkanlah
dia kembali,” kata si petani.
Laki-laki
tua itu menganggukkan kepalanya.
“Baiklah
kalau begitu. Akan kuturuti permintaanmu. Sebagai balasan atas kebaikan dan
kerja kerasmu selama ini, aku akan memberimu rahasia bagaimana cara
menghidupkan kembali istrimu. Tusuk ujung jarimu, lalu percikkan tiga tetes
darah ke mulutnya. Niscaya dia akan hidup kembali. Jika setelah itu istrimu
macam-macam, ingatkan bahwa dia hidup dari tiga tetes darahmu.”
Petani
itu segera melaksanakan pesan dewa itu.
Ajaib,
istrinya benar-benar hidup kembali.
Tanpa
pikir panjang, suami yang bahagia itu pun membawa pulang istrinya. Tapi, sang
istri tahu, selain sampan yang dinaiki mereka, kini suaminya tak punya apa-apa
lagi. Lalu, dengan apa dia merawat kecantikannya?
Suatu
hari, sampailah suami-istri itu di sebuah pelabuhan yang sangat ramai. Petani
turun dari sampan dan pergi ke pasar untuk membeli bekal perjalanan dan
meninggalkan istrinya sendirian di sampan. Kebetulan, di sebelah sampan mereka
bersandar sebuah perahu yang sangat indah milik seorang saudagar kaya yang
sedang singgah di tempat itu. Melihat kecantkan istri si petani, pemiliik
perahu itu jatuh cinta dan membujuk perempuan cantik itu untuk ikut bersamanya.
“Kalau
kau mau ikut denganku, akan aku belikan apa saja yang kau minta,” kata sang
saudagar.
Sang
istri petani tergoda. Dia lalu pergi dengan saudagar itu.
Pulang
dari pasar Petani terkejut karena istrinya tak ada lagi di sampannya. Dia
mencari ke sana-kemari, tetapi sia-sia. Setahun kemudian, bertemulah dia dengan
istrinya, tetapi istrinya menolak kembali kepadanya. Petani lalu teringat
kepada dewa yang memberinya rahasia menghidupkan kembali istrinya.
“Sungguh
kau tak tahu berterima kasih. Asal tahu saja, kau hidup kembali karena minum
tiga tetes darahku.”
Istrinya
tertawa mengejek.
Sang
istri pun menusuk salah satu jarinya dengan maksud memberi tiga tetes darahnya
kepada suaminya. Namun, begitu tetes darah ketiga menitik dari jarinya,
wajahnya memucat, tubuhnya lemas, makin lemas, hingga akhirnya jatuh tak
berdaya. Mati.
Setelah
mati, dia menjelma menjadi nyamuk. Sejak itu, setiap malam nyamuk jelmaan
wanita cantik itu berusaha menghisap darah manusia agar dapat kembali ke
ujudnya semula.
No comments:
Post a Comment